Terimakasih Masa Laluku, Darimu Aku Belajar Menahan Pilu
Menjalin hubungan dan berusaha untuk bersama dalam ikatan bernama ‘kita’ bagiku adalah sebuah investasi waktu. Dan investasi sejauh yang aku tahu hanya akan berakhir pada dua kemungkinan pasti, meraup untung atau terlilit rugi. Investasi waktu yang ditanam dari sebuah hubungan pun hanya akan bermuara pada dua kemungkinan pasti, berakhir dengan pekikan SAH disertai alunan doa tiada henti atau berakhir SUDAH disertai deraian luka yang bila kurang beruntung akan terus mencabik cabik hati.
Kita pernah
berusaha untuk merakit masa depan bersama dalam balutan rasa yang senada.
source |
Kita pernah berusaha
untuk merajut masa terhitung sejak kau memamerkan SIMmu
padaku dan aku dengan begitu riang menimang KTP baruku. Dulu, apapun itu kau
selalu ada untukku. Saat kemarahanku meledak begitu impulsif bak remaja yang
sedang akan menginjak dewasa atau saat hatiku dijejali bunga sejuta warna
dengan riang yang mengudara di segala penjuru arah mata angin, kau tetap ada di
situ. Semata mata untukku.
Apakah kau ingat
awal perjumpaan kita? Duduk berjam jam di game center demi menari bersama di
dunia maya masih dalam balutan seragam putih abu abu. Kita berlomba memencet
panah atas bawah kanan kiri dengan spasi sebagai ketukannya. Aku akan begitu
senang bila mampu menang darimu. Apakah kau tahu betapa senangnya aku
memenangkan hatimu?
Kita pernah
merajut kenangan bersama walau lewat cara yang begitu sederhana. Denganmu, hal
sederhana terasa begitu istimewa.
source |
Apa kamu masih ingat
ketika kita mengarungi jarak 25 kilometer bersama demi
mengantarkanku pulang. Dengan berselimutkan mantel yang sama, aku meringkuk
tepat di balik punggungmu, mendekapmu erat dan meletakkan kepalaku di samping
nadi lehermu. Di jarak 0 cm, aku berharap
perjalanan ini tak mencapai akhir. Tak peduli bajuku kuyup dan ujung jemariku
kisut, hatiku mengembang hangat suam suam kuku. Kita akan mengarungi semua
perjalanan di depan bersama, sejauh apapun itu, selama apapun itu, sekeras
apapun itu. Ku mendekap hatimu lekat lekat. Kini, kerongkonganku terasa
tercekat dan hatiku memucat.
Masih bisa kukecap
jelas jelas saat kau tiba tiba muncul di depan rumah
di banyak kali kita bertengkar. Sepasang manik matamu sekejab meluluhkan
hatiku. Lalu, kita akan mengakhiri perjumpaan malam
dengan ulasan senyum di bibir dan rangkaian kalimat terakhir sebelum terpisah
jarak.
“Kalau udah
sampai rumah, SMS ya?” Aku pikir siklus ‘kita’ akan terus berulang hingga kau
tak harus pulang karena pulangmu ada padaku, karena aku adalah rumahmu.
Sempat ku menerbangkan
angan, tak hanya tumbuh bersama, kita juga mampu menua dalam balutan cinta dan
derap langkah seirama.
Kau tahu kan,
kita tumbuh bersama. Kita melewati masa putih abu abu dengan hati penuh
gejolak. Tak jarang kita bertengkar. Tak jarang pula kita saling melemparkan
diam. Kala itu aku berharap kau akan mengajukan perdamaian duluan. Padahal kau
juga berharap aku akan mengajukan perdamaian duluan. Lalu kita melewati masa
kuliah bersama. Kita semakin dewasa dan rasaku padamu semakin mengangkasa. Aku
selalu menerbangkan doa untuk matematika ajaib dimana
aku ditambah kamu akan menghasilkan satu.
"Hope we
are not only growing up together, but also growing old as one heart,
together." Aku selalu mengumpulkan serpihan momen kita yang terbidik
kamera. Saat kita masih lugu dengan rasa yang menggebu di bangku SMA, lalu saat
kita mencoba menjalani hidup lebih
berarti di bangku kuliah dengan hati
gegap gempita. Segera akan kutimang bekuan momen kita
saat kamu tampil begitu elegan dengan atasan kemeja panjang
garis garis dan dasi bertaut indah di lehermu denganku
yang anggun menyanding rok berumbai dengan penutup kepala yang terurai.
Sekarang, aku menimang khayalan.
Menjalin
hubungan denganmu tak ubahnya berinvestasi waktu.
source |
Tak semua
masalah yang kita lewati berbuah ulasan senyuman dan kalimat
kalau-sudah-sampai-rumah-SMS-ya sama saat kita masih belia dulu. Keegoisanku
dan keegoisanmu mengubah hubungan kita yang semula hangat suam suam kuku
menjadi sehambar sup minggu lalu. Jenuh memuncah dan kita saling melempar
serapah. Kita saling tak peduli dan justru semakin sering melempar duri. Aku dan kamu tak ubahnya
dua insan yang tak bisa bersama tetapi terpaksa bertatap mata dan berbagi hati. Di hadapan masa, cinta tak ubahnya sebatang pohon yang dihadapkan pada dua akhiran,
tumbuh semakin tinggi menyundul langit dengan daun berbiku biku dan akar kuat tertancap atau tumbuh
semakin rapuh dengan daun meranggas dan akar keropos. Kamu tahu benar cinta macam mana yang kita berdua
tanam. Di batas senja, aku duduk mematung di belakangmu tanpa dekapan. Tak bisa lagi aku
merasakan denyut nadi lehermu atau senyummu yang mengembang terpantul di kaca
spion.
Di batas senja, cerita
kita mencapai purna. Sejak saat itu kata 'kita' menjelang sirna. Sejak
saat itu parut membaluri sekujur hati. Kita telah tamat
di episode stripping ke-1740.
Jutaan kenangan menyebar ke segala penjuru. Terlalu
banyak kenangan manis yang sayang bila tak dikenang. Namun, mengenangmu sama saja menikam ulu hatiku
dengan sembilu, bertalu talu.
Ada saatnya
aku benar benar ingin menghapusmu dari kotakku.
Perpisahan memang tak semudah membalikkan tangan, bukan? Bagaimana aku bisa
membalikkan hati dari kebersamaan sepanjang lima kali lebaran? Ada saatnya aku
benar benar ingin menghapusmu dari kotakku. Namun kamu
terus menari tiada henti, datang di ujung malam dan pergi di batas fajar. Ada
saatnya aku menghapus kontakmu dari HPku sebelum aku sadar sesuatu. Aku sudah
hafal nomormu. Ada saatnya aku sesak dengan semua jejakmu yang berceceran di
sembarang sudut, di koridor kampus, di bangku taman, di jalan
aspal dengan sawah di tiap tiap sisinya, di jalan menuju rumah, di teras, di
ruang tamu, di mana mana. Ada saatnya aku menyibukkan diriku dengan membabi
buta demi menenggelamkan ketiadaanmu di hari hariku. Ada kalanya aku bangun di pagi hari dengan detak jantung berderap kencang, perih
menjalar sampai sum sum tulang belakang dan merambat cepat menuju kelenjar
penglihatan. Tiap kali terbangun, tanpa sadar aku langsung menyambar HPku
seperti hampir 58 bulan terakhir
sebelum tiba tiba tertampar kenyataan bahwa kamu tak akan
menyapaku seperti dulu. Kita berujung sudah.
Ini bukan salah siapa
siapa karena bila kita memang ditakdirkan untuk bersama, tak akan di antara
kita yang terjatuh dan terbelit di hati yang kedua.
Tidak. Aku sama
sekali tidak menyalahkanmu. Cinta tak pernah salah. Mencintainya sama sekali
bukan salahmu, juga bukan salahku. Karena bila kita memang
ditakdirkan bersama, tak akan ada di antara kita yang terjatuh dan terbelit di
hati yang kedua. Justru aku iri padamu. Kau bisa dengan cepat
mengubah haluan dan menetapkan tujuan. Aku pernah sangat mengerti dirimu. Kamu
adalah orang yang bisa begitu fokus dan melakukan apa saja untuk bisa meraih
yang kamu mau.
Kini, hanya satu yang
ingin ku katakan padamu. Terimakasih.
Karenamu, aku sanggup berdiri lebih tinggi.
source |
Terimakasih karena
bak crayon, kamu sempat menyemarakkan hatiku dengan
pulasan warna pink, violet, magenta hingga hitam pucat. Terimakasih
karena kamu pernah mencintaiku dan menerima segala yang melekat padaku. Aku pun
tak pernah begitu dalam mencintai seseorang seperti aku mencintaimu dulu. Aku
sangat mencintaimu. Dan sama sepertimu, aku mulai
menciptakan tujuan hidupku. Terimakasih aku gulirkan untukmu
yang telah mengungkit kokang semangatku dan meledakkan bongkahan ketakutan di
relungku. Kau mengubah leburan hatiku menjadi bubuk mesiu. Berbekal hati hancur di
batas lebur, aku mampu menyingsingkan lengan dan melesat. Aku mampu menggerakkan
kakiku sejauh 500 km dan melompat keluar dari zona amanku
dan meninggalkan sosok 'kita' yang berbayang di
sepanjang selasar SMA, di sepanjang koridor fakultas,
sepanjang jalan dengan sawah di tiap tiap sisinya, sepanjang teras rumah atau
pun ruang tamu, di tiap sudut kota itu. Terimakasih kamu telah mengajarkanku bagaimana cara mencintai. Dan
darimu, aku belajar bagaimana cara mengakhiri.
Terimakasih.
Walau di hari ulangtahunmu kini aku tak bisa lagi menyisipkan ucapan dan
panggilan sayang,
aku masih tetap bisa menerbangkan bait bait do'a
diakhiri dengan nama terang. Terimakasih, kini ku bisa bangun di pagi hari dengan
ukiran senyum dan dada lega luar biasa. Setidaknya, aku
berusaha. Tak perlu lagi aku melupakan serpihan indah yang
berbiku biku karena ku telah berdamai dengan apapun
tentang 'kita' yang sudah sirna sejak tiga kali ulang tahun kita
yang lalu. Tak perlu lagi aku
mencoba mengubur dalam dalam apapun tentang kita karena semua kenangan yang
tersisa sudah tak menyebabkan luka. Setidaknya, aku mencoba sangat keras. Kamu
yang paling tahu aku, bukan?
Aku tak akan memintamu
untuk menungguku di teras rumah saat aku marah, menjemputku dan mengarungi
jarak 25 kilometer di deraian hujan, menyambutku dengan senyum simpul yang membuat
matamu menyipit, merentangkan lengan hangatmu saat aku rindu padamu, atau
menggenggam tanganku melewati gelap terang dunia bersama. Karena ku tahu,
menunggu dan mengharapkanmu sama mustahilnya dengan berharap bunga bermekaran
di musim gugur atau semustahil menemukan air terjun di padang gurun. Mengenal sosokmu di hampir seperlima hidupku membuatku sadar. Ada dua
jenis cinta di dunia ini, cinta yang bertemu dan menetap atau cinta
yang hanya bertamu lalu pergi. Cinta menyimpan dua sisi mata yang bertolak
belakang; motivate-demotivate, turn you on-turn you off, go alive-go dead,
fly-being buried, happy-sad,laughter-tears. Falling in love dan falling out of
love bak dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan dari kata bernama ‘cinta’.
Aku banyak belajar darimu, bukan?
Terimakasih untuk semua
cerita yang pernah terurai dan kini saatnya aku akan mengulurkan kaki begitu
panjang dan mengepakkan sayap begitu lebar.
Aku akan membuka
lenganku lebar lebar dan menarik nafas dalam dalam. Aku akan mengisi rongga
dadaku dengan nafas yang baru. Aku akan menatap masa depan dengan mata penuh
binar dan hati penuh debar. Aku akan menjulurkan radar neptunusku dan menjemput
cerita baru yang akan menetap seutuhnya dengan jangka waktu selamanya. Aku dan
kamu memang tidak akan menghasilkan satu. Namun satu hal yang ku selipkan dalam
do’aku. Semoga bahagia menyertaimu, selalu.
*Cerita ini pernah dimuat di Hipwee.com
Terimakasih Masa Laluku, Darimu Aku Belajar Menahan Pilu
Reviewed by Meykke Santoso
on
15:35
Rating:
Terima kasih :)
ReplyDeleteTerimakasih masa lalu, dari lo, gue bisa ngerasain gimana rasanya jatuh cinta, gimana rasanya putus, dan gimana rasanya kena FriendZone. Gue bisa belajar dari masa lalu gue, agar tidak terlalu lagi dimasa kini, dan masa depan. *Curhat timeee :'(
ReplyDeletetulisan ini, khas banget ya punya mbak meyke. di hipwee ya. udah saya baca
ReplyDeleteudah pasti seperti yang saya komen dulu, perasaan penulis beneran tergambar di sini rasanya.
dan ya. berterimakasih sama masa lalu lebih baik daripada marah sama mereka yang ada di masa lalu terus dingat sampe sekarang
Aku ada sekarang atas jasa masa laluku... mungkin memang kadang harapan dengan kenyataan gak sesuai dengan apa yang kita mau. tapi justru itu yang bikin kita semakin kuat...
ReplyDeleteKereenn... habis baca tulisan ini kudu move on.. ^^
Wow, kencannya di warnet main game ayo dance. Oh, pantesan penulisannya mirip ky di hipwee. Ternyata pernah dimuat di sana, hebat :)
ReplyDeleteBaca tulisan ini ingatan ku jadi flashback ke masa lalu. Terima kasih masa lalu, telah mau mengajariku bagaimana untuk bersabar dan menyadarkan diri ini tentang arti cinta yang sebenarnya.
Terima kasih masa lalu, telah berkenan menjadi trainer pada training kehidupan ku ini :')
Hhhh ,,,, bacanya bikin menghela napas. Terima kasih masa lalu :)
ReplyDeleteTerima kasih masa lalu~
ReplyDeleteUdah pernah baca postingan ini, dulu. Nulisnya kayak bener-bener dari hati. Bener-bener tersampaikan. Dan kak meykk menyadarkan kalau lebih baik berterimakasih pada masa lalu daripada menghujatnya :)
ReplyDeleteBener-bener menyentuh. Cinta memang tidak bisa disalahkan. Jika orang yang kita cintai mencintai orang lain kita bisa apa, kita tidak bisa memaksa hati.
ReplyDeleteTerima kasih, masa lalu. Masa lu lupa sama gue? Btw, ini tulisan Meykke ya? Khas banget. Investasi waktunya itu lho.
ReplyDeleteTulisannya bener-bener dari hati yang terdalam ya.. Gue bisa ngerasain walaupun gak ada cerita masa lalu gue yang kayak gitu. Tapi gue mau ngucapin juga...
ReplyDeleteTerima kasih masa lalu.
Jadi inget mantan,,,,
ReplyDeleteTerkadang ada juga yang gak pernah mau mengucapkan terima kasih terhadap masa lalu dan selalu menyebutnya gak pernah move on :D kalo terus menulis tentang masa lalu ... hihihihi
ReplyDeleteTerima kasih masa lalu :)
ReplyDeletepengen punya mesin waktu,
ReplyDeletebtw, gua suka di bagian maen ayo dancenya :v
Mungkin sederhana bagimu, tetapi tidak bagiku dan...
ReplyDeletehttps://www.itsme.id/terimakasihku/