[Cerpen] Forever and Always


Tempat ini tidak pernah berubah sejak setahun yang lalu. Kafe yang menyatu dengan perpustakaan mini ini adalah tempat favoritku sejak aku menginjak bangku kuliah, setahun lalu. Kafe ini begitu tenang dan damai. Membuatku merasa begitu nyaman ada di sini. Mungkin karena orang-orang yang datang ke sini asyik dengan dunianya sendiri-sendiri. Buku-buku.

Tidak terkecuali denganku. Aku suka menghabiskan hampir seluruh waktuku di sini. Tempat ini sudah seperti charger untuk hari-hariku. Terlebih ketika aku menghabiskan waktu di sini dengan orang yang kusayangi. Dulu.

“Selamat malam, Mbak,” seorang pramusaji menyapaku.

Aku membalas sapaannya dengan anggukkan dan senyuman. Aku lalu berjalan ke spot favoritku. Meja pojok yang bersampingan dengan jendela besar. Pemandangan luar langsung terarah ke jalan raya dan pertokoan lain yang ramai. Sejak dulu, tempat ini selalu jadi tempat favoritku. Entah mengapa, memandangi dunia luar dari tempat ini lewat jendela besar membuatku merasa tenang. Terlebih ketika hujan turun. Aku suka menikmati tetesan hujan yang turun dan memantul di jalanan. Aku suka menikmati percikan air hujan yang mengenai jendela bagian bawah di sampingku. Jika hujan turun deras, aku suka menikmati tetesan hujan yang menetes dari atas jendela. Turun perlahan tapi pasti melalui jendela dan terjatuh ke trotoar.

Sambil menunggu pesananku datang, aku membuka blocknoteku dan menuliskan sesuatu.

Ini hari ketiga puluh aku datang ke tempat ini sejak kau pergi. Aku masih ingat bagaimana hari itu kau mengajakku kemari. Kau membuatkan surprise di hari jadi kita yang kesatu tahun. Di luar, hujan turun cukup deras. Aku tahu kau suka hujan. Karena hujan bisa memberikan suasana romantis dan kesejukkan. Dan di hari itu, Tuhan sedang berpihak padamu. Kau mengeluarkan sebuah benda mungil dari kotak yang juga mungil berwarna merah berbahan beludru. Di tengah hujan yang mengguyur Kota Hujan, kau mengutarakan sesuatu yang membuatku tak mampu berkata-kata. Kau bilang bahwa aku takdirmu. Kau bilang bahwa aku orang terakhir dalam hidupmu. Kau bilang bahwa tak ada orang selain aku yang akan mengisi sisa hari-harimu. Kau bilang bahwa kita ditakdirkan untuk hidup bersama-sama selamanya.

Seorang pramusaji datang sambil membawa seporsi Chicken Cordon Bleu dan Iced Chocolate. Entah mengapa, aku jadi menyukai menu ini—menu pilihanmu. Padahal aku tidak suka Iced Chocolate, apalagi di luar jalanan sedang diguyur hujan dan udara begitu dingin. Tapi aku tidak peduli. Mungkin, aku hanya berharap kau akan datang dan duduk di hadapanku sambil merebut menuku. Dan pada akhirnya kita memakannya bersama.

“Makasih,” ucapku pada seorang pramusaji. Dia menganggukkan kembali sambil tersenyum. Lalu beringsut pergi kembali ke tempatnya.

Aku memusatkan pandanganku pada kedua menu di hadapanku. Mataku mulai terasa panas. Lalu kudengar bel berbunyi di pintu kafe. Aku langsung melempar pandangan ke arah pintu dan kutemukan dua orang pasangan sedang berjalan memasuki kafe. Seorang lelaki bertubuh jangkung dan seorang perempuan manis berambut panjang. Si laki-laki melindungi kepala si perempuan dengan jaket jeans-nya. Ketika tiba di dalam kafe, lelaki itu mengibaskan jaketnya yang terlihat cukup basah lalu mengusap kepala si perempuan. Lelaki itu terlihat mengatakan sesuatu tapi si perempuan hanya menanggapinya dengan anggukan ringan. Mereka lalu berjalan menuju sebuah meja yang terhalang tiga meja dengan mejaku. Aku lalu mengalihkan pandangan kembali ke menu di mejaku. Tapi pikiranku terfokus pada kejadian barusan.

Aku berlari-lari sambil memeluk tas vintage-ku. Di sampingku ada seorang laki-laki yang juga ikut berlari sambil berusaha melindungi kepalaku dengan jaketnya dari guyuran hujan yang cukup deras. Tempat parkir di depan kafe sudah penuh sehingga kami harus memarkirkan mobil cukup jauh. Setibanya di dalam kafe, dia mengibaskan jaketnya yang sudah basah. Lalu dia mengusap kepalaku yang sedikit basah karena air hujan sudah merembes dari jaketnya. Aku mendengarnya berceloteh karena aku tidak membawa payung. Dia khawatir jika aku akan demam karena kehujanan. Tapi aku malah tertawa sambil menangguk, lalu berjalan menuju meja.

Please, back up...

Aku kembali tersadar dari lamunanku. Segera kututup blocknoteku dan menarik hot plate berisi Chicken Cordon Bleu pesananku tadi. Aku memotongnya seukuran mulutku. Lalu kutusukkan dengan garpu dan kumasukkan ke mulut. Sambil menikmati menu, aku melirik ponselku yang tergeletak bebas di atas meja. Sudah tiga puluh hari ponsel itu sepi dari namamu. Aku berharap namamu segera tertera di sana sehingga aku bisa segera mengangkatnya dan menyapamu. Menceritakan waktu tiga puluh hari ke belakang tentang hari-hariku yang sepi karena kamu yang menghilang begitu saja.

Aku merindukanmu. Aku merindukan suaramu. Aku merindukan wangi tubuhmu. Aku merindukan wajahmu ketika sedang marah, terlebih ketika sedang tersenyum. Kau tak pernah tahu, seberapa tersiksanya aku saat ini, kan? Kenapa kau tiba-tiba menghilang saat itu? Bertepatan setelah kau bilang bahwa kita sudah ditakdirkan hidup bersama untuk selamanya. Kenapa kau tiba-tiba meninggalkanku tanpa sebab? Kenapa kau membuatku menangis setelah sebelumnya kau membuatku tersenyum dan bahagia?

Kudengar ponselku berbunyi dan aku langsung mengangkatnya tanpa sempat melirik nama si penelepon.

“Clar!” harapanku yang sudah melambung tinggi kini jatuh dan terbentur dengan keras. Suara di sebrang sana bukan suara seseorang yang sudah kurindukan sejak tiga puluh hari lalu. Melainkan itu suara sahabatku, Eca.

“Iya, Ca?” sahutku lemas.
“Lo lihat ke luar jendela. Tunggu dua menit lagi.”
“Apaan sih maksud lo?”
“Udah tungguin aja.”

Aku tidak mengerti maksud Eca menyuruhku menatap jendela selama dua menit. Lagipula, dia tahu dari mana bahwa aku sedang di kafe? Apa dia mengikutiku? Ah, tapi aku tidak peduli. Aku cukup penasaran dengan sesuatu yang dimaksud Eca.

“Ada apa sih Ca?” sebelum Eca sempat menjawab, aku melihat seseorang yang kukenal berjalan melewati kafe yang kutempati. Kulihat dia berjalan dengan seorang perempuan begitu mesra. Mereka berjalan sambil menggenggam tangan masing-masing. Sementara tangan kiri si laki-laki memegang payung untuk melindungi tubuh mereka dari guyuran hujan.

“Lo udah lihat, Clar?”
Aku tidak menjawab. Aku mematung di tempat dengan mataku masih terfokus pada mereka. Hatiku berdesir menahan perih. Rasanya seperti disayat perlahan-lahan oleh samurai tajam. Ah, mungkin aku salah lihat. Mungkin aku terlalu merindukannya sampai-sampai aku membayangkan orang yang lewat barusan adalah orang yang kurindukan.

Pandangan mataku mulai kabur.
Tapi aku segera memastikan kembali. Aku kembali mencari kedua orang tadi yang kini sudah di sebrang jalan sambil memasuki sebuah toko baju. Sepuluh menit menunggu, akhirnya mereka keluar. Aku memicingkan mata untuk memastikan bahwa laki-laki itu bukan orang yang kumaksud. Tapi ternyata keyakinanku meleset. Dia memang orang yang kumaksud. Dia orang yang mengatakan bahwa kami ditakdirkan untuk hidup bersama-sama selamanya, sekaligus yang meninggalkanku beberapa hari setelahnya tanpa alasan.

Air mataku mulai menetes.

Jadi, inikah jawaban yang kutunggu selama tiga puluh hari ke belakang? Jawaban seperti inikah yang Tuhan berikan? Perempuan itukah alasan yang membuat dia menghilang dariku? Rasanya seperti mimpi. Ditinggal berpuluh-puluh hari olehnya, lalu mengetahui alasannya menghilang tiba-tiba karena kehadiran orang lain di hidupnya. Semuanya sudah sangat jelas. Jawabannya memang menyakitkan. Tapi setidaknya, aku tidak akan lagi berharap dalam diam. Dalam kesendirian menunggumu yang tidak pasti.

Air mataku masih terus menetes.

Once upon a time
I believe it was a Tuesday when I caught your eye
And we caught onto something
I hold onto the night
You looked me in the eye and told me you loved me

Were you just kidding cause it seems to me
This thing is breaking down, we almost never speak
I don't feel welcome anymore
Baby, what happened, please tell me
Cause one second it was perfect
Now you're half way out the door

And I stare at the phone he still hasn't called
And then you feel so low you can't feel nothing at all
And you flashback to when he said forever and always
Oh, and it rains in your bedroom everything is wrong
It rains when you're here and it rains when you're gone
I was there when you said forever and always

Was I out of line?
Did I say something way too honest?
Made you run and hide like a scared little boy
I looked into your eyes
Thought I knew for a minute now I'm not so sure

So here's to everything coming down to nothing
Here's to silence that cuts me to the core
Where is this going?
Thought I knew for a minute but I don't anymore

And I stare at the phone he still hasn't called
And then you feel so low ou can't feel nothing at all
And you flashback to when he said forever and always
And it rains in your bedroom everything is wrong
It rains when you're here and it rains when you're gone
I was there when you said forever and always

You didn't mean it baby
I don't this so

Back up, baby back up
Did you forget everything?
Back up, baby back up
Did you forget everything?

Back up, baby back up
Please back up, oh back up
Back up, baby back up
[Taylor Swift – Forever and Always]

By Dwi Sartikasari blogger on (http://dwi-sartikasari.blogspot.com)



source:
[Cerpen] Forever and Always [Cerpen] Forever and Always Reviewed by Blogger Energy on 15:56 Rating: 5

45 comments

  1. Bagus ceritanya. emang sakit banget sih ditinggal tanpa alasan, cuma dalam waktu sebulan dia udah menggandeng seseorang lagi.

    Ini inspirasinya dari lagu?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya emang, orang-orang kayak gitu tuh nggak punya perasaan banget ya:|

      Iya kak dapet dari lagu.

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. pertama, tulisannya rapi. hampir gak ada typo, terus ceritanya juga sederhana tapi feelnya dapet banget... keren deh gue aja sampe hanyut kebawa ni cerita. untung gue ditolongin warga di cabang sungai, kalo gak gue bisa tenggelam dalam cerita ini.

    satu yang gue masih bingung, itu kenapa Eca tiba2 nelpon.. dia ada dimana? dateng dari mana? apakah ini semacam konspirasi zionis? ah entahlah...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pertama, makasih buat pendapatnya. Oh iya? Ih aku terharu bang, terharu banget. Untung ada yang nolongin ya, kalo nggak, mungkin kamu nggak jadi naik haji.

      Iya, itu sengaja nggak diceritain sih. Sebenernya sengaja ngikutin soalnya dia tau Clara itu galau mulu udah 30 hari. Tapi kan di atas aku kasih keterangan kalo si Clara nggak peduli Eca dateng dari mana. Karena pov-nya aku ngambil yang 1, hehe.

      Delete
  4. dyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrr endingnya nyesek, hiksss hikss
    ternyata laki2 itu meninggalkan tanpa pesan demi perempuan lain
    sedih banget, mana udah berharap saking rindunya sama lelaki pujaan, ternyata dia berpaling

    hiiii sedih ceritanya :(
    bagus..ayo lanjutkan cerpen2 beginian :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak nyesek banget, aku juga sedih sendiri padahal aku yang buat ceritanya haha

      Makasih kak, siaapp:)

      Delete
  5. Dari awal mpe tengah gue sih mereka-reka kalo cowoknya meninggal.
    Jadi dengan yakin gue baca "ah ini endingnya pasti batu nisan"
    haha

    rupanya gue sok tau banget -_______-

    dan jleeeb.
    Cowok kurang ajar dia!!

    Kereeen bangeeeeet.
    Sederhana tapi membuat pembaca masuk kedalam cerita.
    Ajarin doooooooooong.
    Hiks.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha aku seneng bikin pembaca menerka-nerka cerita sesuai pikiran mereka.

      Iya kasian clara, udah nunggu 30 hari taunya cowoknya malah gandeng cewek lain. Terkutuklah cowok-cowok model begitu-__-

      Coba ikutin tips sederhana aja dulu Cil, yang aku tulis di blog waktu itu atau tips dari yang lain. Nulis bagus nggak bisa cuma sebulan dua bulan. Aku butuh waktu bertahun-tahun buat bikin tulisan lebih baik. Dan, ini pun masih terus belajar buat lebih baik lagi:)

      Delete
  6. ini agak-agak terinspirasi sama lagu taylor swift di atas bukan?
    kalimat-kalimatnya ringan, jadi keliatan mudah banget dicerna, jadi cerita dan perasaan yang ingin penulis sampaikan sukses diterima dengan baik oleh pembaca. Haha, kemarin Fatin juga nyanyi lagu itu, tapi aku lebih suka kamu yang nyanyi, feelnya lebih dapet. *kok jadi Factor-X sih ngahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bener. Makasih makasih ya..

      Btw, aku nggak nyanyi loh. Aku nulis. Hahaha

      Delete
  7. cessssssss,,,,,ceritanya bikin kita larut dalam imajinasi si penulis, cakep !!, dari atas sampai bawah mendayu-dayu sampai akhir gue stuck pada bagian bahasa inggrisnya -_-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wiihh.. makasih makasih yaa.

      Coba ditranslate aja :D

      Delete
  8. dwiwww kerrrrrrrrrrrrrrrrreeeeeeeeennnnnnn bangggettttttttttttt.
    aku kira cowoknya ini udah meninggal, eh taunya gandeng pacar baru.
    nyesek banget, aku pernah rasain ini :'(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kakheeennn maaaakkkkkaaaaassssssiiiihhh bangggeettt. Ini kenapa ngomongnya jadi gini sih kak-__-

      Iya emang nyes banget. Aku aja sampe sedih sendiri.

      Oh iya? Ya ampun, pukpuk kakhen{} semoga dapet yang lebih baik. Amiinn..

      Delete
  9. ini namanya mengunkit kisah lama! wuaaaaaa!!! kamfret! jadi galau kan :"(
    gue tau rasanya! gue tau rasanyaaaaaa!!
    huaaaaaaaaaa *ngemut tisu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah ini kenapa jadi pada galau gini ya :|

      Maaf kak aku nggak bermaksud buat membuka kenangan lamamu huehe

      Delete
  10. Hmmm....
    Sakitnya bukan main, ya. Setelah sekian lama, merindukan orang yang telah meninggalkan dia tanpa alasan. Tapi akhirnya dari segala ceritanya malah tambah menyakitkan kayak gini. Gue nggak bisa bayangin rasanya gimana. Dan sama sekali nggak minat buat bayangin. Hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya sakit banget, apalagi yang udah ngerasain pasti lebih sakit.

      Jangan dibayangin deh. Apalagi sampe dirasain :D

      Delete
  11. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  12. bagus banget ceritanya, ini pengalaman peribadi ya kayaknya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih, itu bukan pengalaman pribadi kok..

      Delete
  13. bang mau nanya , ini cerita gimane sih ? dan saya galau akut sekarang :3 kamu pengertian deh :v

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah rasanya seneng liat orang galau gara-gara cerita :3

      Delete
  14. astagaa...berasa nyesek banget bacanya...
    hujan...ngelihat orang yang kita sayangi lagi bersama orang lain...sakitttt...

    kapan2 ak mau dowonload lagunya juga ah...hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya emang rese ya itu cowok-__-

      Cobain ajaaa. Ngenes sih haha

      Delete
  15. ikutan nyesek baca ini. gak kebayang kalo diri sendiri yang ngalamin ini, kuat atau gak..
    ditinggalkan tanpa alasan dan kemudian mendapati kenyataan yang pahit.. sakit udah pasti..
    tapi setidaknya dia tau sebelum semuanya benar2 jauh..
    dalem banget kata demi katanya..pengalaman pribadikah ini?atau mungkin pengalaman seseorang?? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ngenes banget rasanya. Semoga nggak pernah ngalamin:)

      Sama sekali bukan pengalaman dan pure fiksi. Cuma terinspirasi dari lagu kok. Hehe..

      Delete
  16. sakit banget. udah ga tau lg mesti ngomong gimana. ada ya lelaki yang setega itu? semoga itu cuman dicerpen aja,mba, cerita yang bagus :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya untungnya itu cuma cerpen kok. Hehe. Makasih yaa

      Delete
  17. Hem, bagus.. harus banyak-banyak cerita semaccam ini neh. supaya saya kena virus membuat cerpennya. Tips dan langkah-langkah buat cerpennya gimana mbak ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah semoga termotivasi terus yaa.
      Kepoin blogku aja tentang When I Meet The Editor. Aku share info-info loh di sanaaa..

      Delete
  18. Menghilang di telan bumi selama 30 hari, tau-tau sama perempuan lain? Sakit. Sakit banget. Asli! Tanpa rekayasa! #PLAK *ditampar karena teriak pake toa*
    Ceritanya bagus kak, T.O.P B.G.T deh! *nyengir sambil ngacungin jempol*
    Keep writing kakak (/^o^)/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya jahat banget itu si cowok.
      Aamiin, makasih lia:) kamu juga yaa!

      Delete
  19. Pilihan bahasanya mengalun. sendu namun enak dibaca. Ending yang tak terduga. Ada twist-nya, menggantung gitu. Kalau boleh, mestinya blog ini ada editornya agar karya yang bagus bisa disempurnakan. Ada yang harus dibabat, nih. Jangan terlalu banyak tambahan kata ganti -ku atau -mu dalam satu kalimat.
    > Tempat ini tidak pernah berubah sejak setahun yang lalu. Kafe yang menyatu dengan perpustakaan mini ini adalah tempat favoritku sejak aku menginjak bangku kuliah, setahun lalu. Kafe ini tenang dan damai, membuatku merasa begitu nyaman. Mungkin karena orang-orang yang datang asyik dengan dunianya sendiri-sendiri. Buku-buku.

    > “Makasih,” ucapku pada seorang pramusaji. Dia mengangguk kembali sambil tersenyum. Lalu beringsut pergi.

    > Kudengar ponselku berbunyi dan aku langsung mengangkatnya tanpa sempat melirik nama si penelefon.


    > Mereka saling menggenggam tangan. Sementara tangan kiri si laki-laki memegang payung untuk melindungi tubuh mereka dari guyuran hujan....
    > Sebrang = seberang.

    # Demikianlah sedikit koreksiannya. maaf lancang. Bisa dilihat bagaimana perbedaannya. Tidak banyak memang, namun semoga bisa menyempurnakan. Salam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak kayaknya lumayan kan ya kalo ada yang serius pengen bikin prosa gini jadi nambah ilmu juga karena ada editornya, hhe. Tapi di sini kan kita semua sama-sama belajar.

      Sip, makasih juga buat koreksinya yaaa

      Delete
  20. Sebuah cerita yang mengalir, hanya saja alurnya terlalu memaksakan diri. Itu meskipun Clara tidak peduli Eca menelepon darimana, seharusnya diceritakan di sini. Kesannya memaksa pembaca harus mengikuti alur yang maaf agak kacau.

    Untuk setiap kalimat yang sudah selesai, seharusnya ganti paragraf baru, bukan diteruskan. Mengenai ada yang dibabat atau tidak, saya rasa cerita ini sudah mampu membuat pembaca serasa ikut dalam adegan ini. Tinggal tambahkan feel dan will-nya saja.

    Kuatkan karakter Clara, dan jelaskan kenapa Eca begitu peduli pada Clara, mungkin karena dia tahu pasangan Clara sebenarnya bagaimana, atau ada alasan lain.

    Selamat, dan teruslah menulis. Kita tidak akan pernah menemui kebenaran tanpa kesalahan terlebih dahulu. Semangat teruss^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh iya kak, aku catet poin itu. Biar feel dan will-nya nambah itu gimana ya? Hmm. Iya karakternya emang nggak kuat sih mereka berdua di sana. Aku mengabaikan unsur karakter ternyata.

      Oh iya, alur yang berantakan itu sarannya mending gimana kak kalo dari cerita ini?

      Tapi makasih banyak buat kritikannya kaklin:)

      Delete
  21. owh tulisannya dwi sartika toh, pantesan latar belakangnya di cafe hahahahha. dia kan hobinya nulis cerita berlatang belakang cafe. :D .




    itu si cowoknya selingkuh apa emang udah jadi mantan ? . :D apakah harus saya sendiri yang menerka nya :D huehuehue

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya latar itu tuh favorit banget tauuuu! Haha.

      Kira-kira kalo ninggalin tanpa sebab itu mantan apa selingkuh ya? :D

      Delete
  22. Bukan bukaann. Pure fiksi kok. Haha namanya juga cerita._.

    ReplyDelete
  23. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  24. Oh iya? Semoga dia dapet pengganti yang lebih baik. Aamiin ya:)

    Makasiih, terus semangat! Semoga bisa berkarya yang lebih baik lagi!

    ReplyDelete
  25. Awal - awal baca serasa gak asing sama gaya bahasa dalam novel "Daun yang jatuh tak pernah membenci angin" nya Tere Liye yang hampir mirip di awal - awal cerita. Tapi semakin ke bawah, semakin ke bawah .... kampret ternyata bikin galau juga.hahaha

    Itu lagunya Taylor ya ? Ini aku yang terbawa suasana atau gimana, bisa dapet feeling kalo itu lagunya Taylor Swift dan eh ternyata bener. Padahal lagu Forever and Always gak pernah sekalipun aku denger -_-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh iya masa? Aku malah belum pernah baca haha.

      Iya lagunya TS, terinspirasi dari lagunya dia. Keren sih^^

      Delete